Kedua penulis mengingatkan bahwa
salah satu pijakan penting bagi penegak amar makruf
nahi mungkar adalah nasihat Ibnu Taimiyah, “Harus dibarengi ilmu yang cukup,
rasa kelembutan, dan kesabaran.” Karena amar makruf nahi mungkar
bukanlah tujuan, melainkan cara untuk mewujudkan
masyarakat yang tertata baik. (hal. 97)
Rasulullah Saw merupakan teladan terbaik dalam amar makruf nahi mungkar. Al-Quran
menyebutkan sifat Rasulullah dalam salah satu ayat-Nya, “Maka berkat rahmat
Allah engkau (Muhammad) berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya engkau
bersikap keras dan berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari
sekitarmu....” (QS. Ali Imran [3]: 159).
Aisyah meriwayatkan bahwa Rasulullah
Saw bersabda, “Sesungguhnya
Allah Swt Mahalembut dan menyukai kelembutan. Dia memberikan kepada kelembutan
sesuatu yang tidak Dia berikan kepada kekerasan atau yang lainnya.” Aisyah juga meriwayatkan bahwa Rasulullah
Saw bersabda, “Jika kelembutan
ada pada seseorang maka kelembutan itu pasti makin menghiasinya dan jika
kelembutan itu tidak ada pada seseorang maka tentu saja ia terlihat buruk.” Dalam
Hadis lain, “Orang yang tidak memiliki kelembutan maka tidak akan memiliki
kebaikan.” Menafsirkan Hadis ini, kedua penulis mengatakan bahwa kebaikan
yang tidak akan dimiliki itu adalah kebaikan di dunia dan akhirat. Tanpa
kebaikan di dunia maka ia akan dijauhi manusia dan tanpa kebaikan di akhirat
maka ia tidak akan mendapat ridha dan anugerah Allah Swt. (hal.
99)
Untuk memperkuat hal di atas, kedua penulis menyebutkan beberapa ayat
Al-Quran. Allah berfirman, “Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, ‘Hendaklah
mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sungguh, setan itu
(selalu) menimbulkan perselisihan di antara mereka...’” (QS. Al-Isra`
[17]: 53). Dalam ayat lain Allah
berfirman, “Dan mereka diberi petunjuk kepada ucapan-ucapan yang baik dan
diberi petunjuk (pula) kepada jalan (Allah) yang terpuji” (QS. Al-Hajj
[22]: 24).
Ada banyak Hadis yang juga mencontohkan kelembutan yang sudah diperlihatkan langsung oleh
Rasulullah Saw. Suatu ketika ada seorang
pemuda mendatangi Rasulullah dan berkata, “Wahai Rasulullah, izinkan aku untuk
berzina.” Para sahabat yang mendengar pun langsung berteriak mencelanya. Namun,
Rasulullah dengan lembut meminta para sahabat untuk tenang. Beliau kemudian
meminta pemuda itu mendekati beliau. Beliau lalu bertanya, “Apakah kamu mau
perzinaan itu dilakukan atas ibumu?” Sang pemuda menjawab, “Tidak, wahai
Rasulullah! Semoga Allah menjaganya.” Rasulullah menimpali, “Begitu pula
orang lain, mereka tidak ingin ibu mereka berzina dengan orang lain. Lalu
apakah kamu mau perzinaan itu dilakukan atas anak perempuanmu?” Sang pemuda
menjawab, “Tidak, wahai Rasulullah! Semoga Allah menjaganya.” Rasulullah
menimpali, “Begitu pula orang lain, mereka tidak ingin anak perempuan mereka
berzina dengan orang lain.” (hal. 101)
Dalam Hadis lain diterangkan pula
ada seorang badui (pedalaman) yang membuang air
kecil di dalam masjid. Tentu saja hal
itu membuat para sahabat geram dan hendak menghardik si badui. Namun,
Rasulullah justru meminta para sahabat membiarkan si badui itu. Beliau
bersabda, “Biarkanlah... cukup kalian segera siram saja air kecilnya dengan air. Sesungguhnya kalian diperintah untuk mempermudah, bukan
mempersulit.”
Kedua penulis lalu menekankan
arti penting kelembutan dalam penegakan amar makruf
nahi mungkar. Selain kelembutan, Al-Quran juga menekankan kesabaran,
sebagaimana diterangkan dalam firman-Nya, “Wahai anakku! Laksanakanlah salat
dan suruhlah (manusia) berbuat yang makruf dan cegahlah (mereka) dari yang
mungkar dan bersabarlah terhadap apa yang menimpamu, sesungguhnya yang demikian
itu termasuk perkara yang penting” (QS. Luqman [31]: 17).
Kesabaran merupakan teman karib
kelembutan. Karena jika amar makruf nahi
mungkar dilakukan tanpa kesabaran dan kelembutan maka yang terjadi bukan lagi
amar makruf nahi mungkar, melainkan pertengkaran atau malah perkelahian. Kedua
penulis lalu mengutip beberapa pernyataan Imam Al-Ghazali, di antaranya, “Orang yang melakukan kemungkaran harus diberi
tahu tentang haramnya kemungkaran itu secara lembut. Karena kemungkaran lahir akibat kebodohan, sedangkan kebodohan hakikatnya
merupakan sesuatu yang menyakitkan. Jika seseorang sudah bodoh (sakit), lalu disakiti
lagi dengan tindak kekerasan maka tentu tidak akan menyelesaikan masalah.” Dalam Hadis lain ditegaskan, “Jika pemberitahuan
tentang kemungkaran itu justru menimbulkan sakit hati atau membuka aib
seseorang maka beri tahulah secara lembut agar ia mau mendengar. Dengan begitu,
tidak ada yang tersakiti. Menyakiti orang lain merupakan
sesuatu yang harus dijauhi. Tentu tidak bisa dinalar membersihkan darah dengan
darah atau dengan air kecil.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar