Prasangka yang harus dijauhi
dalam hal ini adalah prasangka buruk. Menurut Ibnu Katsir, prasangka buruk
adalah dakwaan yang tidak pada tempatnya tanpa dilatari dasar yang jelas atau
menghukumi sesuatu secara tergesa-gesa tanpa petunjuk yang kuat. Jika prasangka
buruk ini sudah menyebar dalam suatu masyarakat maka tidak akan ada lagi rasa
aman dan nyaman di antara para anggota masyarakat. Hal itu karena setiap kali
ada gerakan atau tindakan tertentu dari orang lain maka langsung dicurigai akan
membahayakan dirinya dengan berpikir yang bukan-bukan. Bahkan, tidak menutp kemungkinan, kecurigaan yang ada dapat menyebabkan
terjadinya perselisihan kecil yang
bisa-bisa sampai menimbulkan perkelahian fisik, atau malah sampai pembunuhan.
(hal. 45)
Kedua penulis juga mengutarakan
akibat dan mudharat dari adanya prasangka buruk, juga tentang penyebab
terjadinya prasangka buruk, yaitu mencari-cari
kesalahan orang lain, menggunjing, dan adu domba. Untuk itu, Allah benar-benar
melarang prasangka buruk melalui firman-Nya, “Wahai orang-orang yang beriman!
Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu dosa, dan
janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan janganlah ada di antara
kamu yang menggunjing sebagian yang lain....” (QS. Al-Hujurat [49]: 12).
Demikian pula Rasulullah Sawmenegaskan larangan prasangka buruk. Dalam sebuah Hadis, Abdullah bin Umar meriwayatkan bahwa ia pernah melihat Rasulullah Saw tengah thawaf di Ka’bah lalu bersabda, “Betapa suci engkau, betapa
wangi baumu, betapa agung engkau, betapa agung kehormatanmu. Demi Dzat yang
diriku ada dalam genggaman-Nya, sesungguhnya kehormatan seorang mukmin di
hadapan Allah masih lebih agung dibanding kehormatanmu, hartanya... juga
nyawanya.... Janganlah seseorang berprasangka kecuali dengan prasangka yang
baik.”
Dalam Hadis yang lain disebutkan
bahwa beliau juga bersabda, “Jauhilah prasangka karena sesungguhnya
prasangka merupakan perkataan yang paling buruk.” Hadis yang
lain menegaskan, “Jika engkau sudah
berprasangka maka engkau tak akan mau meneliti.” Maksud Hadis ini adalah
bahwa jika seseorang telah dikuasai setan sehingga ia mengedepankan prasangka
buruknya maka ia tidak akan mampu berpikir jernih lagi untuk meneliti fakta
yang sebenarnya. Betapa hancur sebuah masyarakat jika di antara
individu-individu di dalamnya berkembang rasa curiga, prasangka buruk, dakwaan
tanpa dalil yang kuat, dan rasa tidak saling percaya. Tentu masyarakat itu akan
mudah tercerai-berai. Hal itu sudah pernah terjadi pada masa Rasulullah Saw, yaitu ketika beliau diuji dengan
kisah Hadisul-ifki (sebuah dakwaan
perselingkuhan atas Siti Aisyah Ra yang dilancarkan oleh kaum munafik). Allah Swt berfirman, “Mengapa orang-orang mukmin dan mukminat tidak
berbaik sangka terhadap diri mereka sendiri, ketika kamu mendengar berita
bohong itu dan berkata, ‘Ini adalah (suatu berita) bohong yang nyata’” (QS.
An-Nur [24]: 12). Allah Swt juga berfirman, “Sesungguhnya orang-orang yang ingin agar
perbuatan yang sangat keji itu (berita bohong) tersiar di kalangan orang-orang
yang beriman, mereka mendapat azab yang pedih di dunia dan di akhirat....” (QS.
An-Nur [24]: 19). (hal. 49)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar