Ketika terjadi penyerbuan pasukan gabungan yang dipimpin Amerika Serikat
ke Afghanistan dengan mengatasnamakan sebagai pasukan PBB untuk perdamaian,
muncul berbagai penilaian dari berbagai pihak yang beragam. Ada di antaranya
yang menyatakan bahwa peristiwa ini merupakan upaya menumpas terorisme yang
dilakukan oleh organisasi yang dipimpin Osamah bin Laden yang ketika itu
bermaskas di Afghanistan. Negara ini diserang karena dianggap melindungi
teroris yang mengganggu ketenteraman dunia. Inilah alasan utama yang mereka
ungkapkan ketika memulai penyerbuannya. Namun, selain penilaian tersebut, ada
pula yang berpendapat bahwa ini merupakan bentuk konspirasi untuk menghancurkan
Islam dan umatnya. Mereka menganggap bahwa Islam merupakan ancaman baru bagi
bangsa Barat setelah tumbangnya komunisme. Penilaian yang awalnya diungkapkan
oleh Samuel Huntington ini ternyata sangat berpengaruh pada sikap masyarakat
Barat. Saat ini, bila mereka mendengar sesuatu tentang Islam, banyak di antara
mereka yang menilai bahwa agama ini identik dengan terorisme atau kekerasan.
Stigma demikian telah mendorong sebagian dari mereka untuk berpendapat bahwa
agama ini dan pemeluknya harus dihancurkan. Karena itu, dengan beragam alasan
yang dicari-cari mereka berupaya keras untuk menghancurkan Islam dan penganutnya.
Penilaian yang
kedua ini menjadi semakin meluas ketika terbukti bahwa alasan penyerbuan ke
Irak yang juga dilakukan oleh tentara gabungan pimpinan Amerika tersebut tidak
benar. Pabrik senjata kimia pemusnah massal yang menjadi alasan utama dan dituduhkan
oleh mereka dimiliki Irak ternyata tidak ditemukan. Alasan ini dengan
sendirinya menjadi batal, karena memang tidak dapat dibuktikan. Karena itu,
semua yang mereka lakukan tidak lain hanya merupakan konspirasi untuk
penghancuran Islam atau negara Islam yang dinilai membahayakan. Tampaknya, para
musuh itu selalu tidak senang melihat Islam yang berkeinbang dan negara Islam
menjadi kuat dan mandiri, demikian pendapat yang memunyai penilaian tentang
konspirasi. Karena itu, mereka selalu mengupayakan agar negara Islam tidak
menjadi kuat, baik dari segi politik, budaya, maupun ekonomi. Sebelum menjadi
kekuatan yang mengkhawatirkan, Islam mesti dikebiri dan ditundukkan, sehingga
selalu bergantung pada mereka dan tidak meresahkan bagi kehidupan internasional.
Dari kesan seperti yang
digambarkan itu, muncul pertanyaan betulkah selalu muncul konspirasi untuk
memusuhi Islam. Bila benar teori ini, maka apa penyebab utama yang mendorong
mereka yang memusuhi Islam untuk menghancurkan agama ini. Bila tidak benar, apa
sebenarnya yang menyebabkan munculnya aliansi berbagai negara yang bertujuan
menyerang umat Islam atau negara Islam tertentu. Mungkinkah pendapat tentang
konspirasi ini merupakan suatu pemikiran yang agak berlebihan atau sikap yang over reacted, ketika menghadapi kekuatan musuh. Pertanyaan-pertanyaan
ini sudah menyebar dan menjadi persoalan penting bagi umat Islam. Karena itu,
penjelasan tuntas tentang masalah ini sangat diperlukan, agar kaum Muslim dapat
merespons persoalan tersebut dengan benar dan tidak gegabah dalam bersikap.
Munculnya kesan tentang teori konspirasi ini tidak dapat disalahkan.
Upaya penghancuran Islam memang sering terjadi sejak awal kemunculannya. Dari
waktu ke waktu, perilaku mereka yang tidak senang pada Islam selalu sama.
Beberapa peristiwa sejarah yang berkaitan dengan berbagai penyerangan terhadap
Islam dan umatnya telah membuktikan kebenaran asumsi ini. Mereka yang
mengemukakan pendapat ini tampaknya merasa semakin yakin dengan adanya
informasi dari al-Qur'an tentang masalah ini, dan mereka menunjuk firman Allah
yang mengisyaratkan hal tersebut, yaitu:
Ayat ini sebenarnya
merupakan jawaban atas kritikan sebagian orang Arab yang menuduh umat Islam
melakukan peperangan pada bulan haram. Karena itulah ayat ini turun untuk
menjelaskan bahwa melaksanakan perang pada bulan haram memang dilarang. Sehubungan
dengan hal ini, diriwayatkan oleh Ibnu Jarir, Ibnu Abi Hatim, dan ath-Thabrani
yang berasal dari Jundub bin Abdillah bahwa Rasulullah saw. mengirim pasukan
yang dipimpin Abdullah bin Jahsy. Kemudian mereka bertemu dengan pasukan musuh
yang dipimpin Ibnu al-Hadrami. Dalam perang, panglima musuh ini terbunuh.
Setelah peristiwa ini berlalu dan agak terlewatkan, muncul kabar burung yang
ditiupkan kaum Musyrik bahwa umat Islam telah melanggar larangan, yaitu
berperang pada bulan haram. Ketika itu tidak jelas, apakah peristiwa tersebut
terjadi pada bulan haram atau sebelumnya. Kemudian turun ayat ini untuk
menjelaskan ketetapannya. [1]
Dari
keterangan di atas, dapat disimpulkan bahwa penyebab dari turunnya ayat tidak”
menjelaskan masalah yang dibicarakan. Padahal, frasa yang digarisbawahi pada
ayat tersebut mengisyaratkan bahwa kaum kafir akan selalu berupaya untuk
menghancurkan umat Islam dan mengembalikan mereka pada kekafiran. Karena sabab nuzul tidak memberikan informasi
yang diperlukan, pembahasannya akan tertuju pada masalah utama yang dikaji,
yang ternyata dijadikan sebagai sumber u :ituk membenarkan pendapat mereka yang
memberikan respons tersebut.
Islam
berkembang dengan pesat, baik sebagai agama maupun kekuatan politik. Tak pelak
lagi, hal yang demikian ini telah mengundang berbagai respons dari berbagai
kalangan. Selain yang mengagumi perkembangan yang demikian spektakuler,
ternyata tidak sedikit pula yang bereaksi negatif. Kelompok yang terakhir ini
bisa jadi terdiri dari kelompok, aliran, negara, atau bangsa yang merasa
terancam oleh Islam, baik sebagai agama, umat yang berideologi, maupun sebagai
negara. Pada giliran selanjutnya, reaksi negatif ini telah mendorong munculnya
keinginan untuk menghancurkan Islam yang terus berkembang. Namun, untuk
menghadapi kekuatan ini, tampaknya mereka tidak berani bertindak
sendiri-sendiri. Ada kemungkinan sikap ini
didasarkan pada kekhawatiran atas kekuatan Islam itu sendiri, atau dapat
juga disebabkan oleh kekhawatiran pada kecaman dunia atau kerugian yang akan
ditanggung. Karena itu, dalam banyak kasus, upaya untuk menghancurkan Islam
selalu dilakukan secara bersama-sama yang melibatkan berbagai kelompok. Inilah
konspirasi yang bertujuan untuk menghapus Islam dan umatnya dari muka bumi.
Tampaknya, konspirasi yang
demikian tidak saja terjadi pada masa kini. Sejak permulaan munculnya Islam,
hal ini sudah pula ada. Dalam berbagai kasus diriwayatkan ketika penduduk
Mekkah meminta agar Nabi saw. menghentikan dakwahnya, atau melakukan apa saja
untuk rnenghalangi dan mengganggunya, selalu mereka mengatasnamakan kegiatan
atau upayanya sebagai keinginan kolektif dari semua suku yang tinggal di kota
itu. Hal seperti ini dilakukan karena dalam budaya Arab, setiap orang memiliki
pelindung dari sukunya. Bila salah satu anggota suku dibunuh atau disakiti
orang dari suku lain, maka seluruh keluarga sesuku akan bangkit menuntut balas.
Inilah sebab dari munculnya konspirasi untuk melawan Rasulullah saw. yang
ketika itu berada di bawah perlindungan Bani Hasyim.
Puncak konspirasi untuk
mengatasi persoalan yang mengganggu adalah keputusan akhir yang disepakati
penduduk Mekkah, yaitu untuk membunuh Rasulullah saw. Mereka secara khusus
mengadakan pertemuan untuk membahas masalah ini. Dalam pertemuan tersebut
terjadi pendebatan tentang sikap yang akan diambil, apakah Nabi saw. diusir
dari Mekkah saja, dipenjarakan agar tidak dapat melakukan kegiatannya lagi,
atau dibunuh saja. Dengan memerhatikan segala pertimbangan, akhirnya disepakati
untuk mengeksekusi Nabi saw. Kisah ini dicantumkan dalam al-Qur'an untuk
mengingatkan kaum Muslim tentang upaya kaum kafir untuk menghancurkan Islam
yang tidak pernah berhenti. Ayat yang mengisyaratkan hal ini yaitu:
“Dan (ingatlah) ketika orang-orang kafir (Quraisy)
memikirkan daya upaya terhadapmu untuk rnenangkap dan memenjarakanmu, atau
membunuhmu, atau mengusirmu. Mereka memikirkan tipu daya dan Allah menggagalkan
tipu daya itu. Dan Allah sebaik-baik Pembalas tipu daya” (QS. al-Anfal [8]: 30)
Pelaksanaan hasil musyawarah adalah dengan mengirim para pemuda dari
setiap suku untuk melaksanakan eksekusi ini. Ketetapan ini segera dijalankan,
dan setiap kabilah mengirim utusannya untuk berpartisipasi. Montgomery Watt
menulis dalam bukunya yang berjudul Muhammad's Mecca:
History in the Qur'an bahwa konspirasi
ini pada akhirnya gagal,[2] karena ketika itu para pelaksana tertidur dan tidak mengetahui bahwa
Nabi saw. telah keluar dari rumahnya. Informasi tentang kegagalan ini juga
diungkap dalam al-Qur'an, yaitu seperti yang tercantum dalam QS. Yasin [36]: 9, yaitu:
“Dan Kami jadikan di hadapan mereka dinding dan di
belakang mereka dinding (pula), serta Kami tutup (matq) mereka sehingga mereka
tidak dapat melihat:” (QS. Yasin [36]: 9)
Konspirasi kedua yang menonjol
dalam sejarah Islam adalah kesepakatan penduduk Mekkah dengan berbagai suku di
Jazirah Arab untuk menghancurkan umat Islam di Madinah. Kerja sama ini
diprakarsai oleh kelompok Yahudi dari Bani Nadhir yang telah diusir dari
Madinah karena berkomplot untuk membunuh Rasulullah saw.[3] Untuk mewujudkan keinginan
tersebut, suku ini kemudian mengirimkan utusan ke kaum Quraisy di Mekkah, kaum
Ghathafan, dan kabilah lainnya dengan satu misi, yaitu mengajak mereka secara
bersama menyerang Nabi saw. dan kaum Muslim di Madinah.[4] Pada waktu yang telah
ditetapkan, pasukan-pasukan dari berbagai kabilah ini berangkat menuju Madinah
dengan satu tujuan, yaitu menghancurkan Islam dan umatnya. Untuk menghadapi
jumlah yang sangat besar ini, umat Islam membuat parit di sekeliling kota yang
diharapkan dapat menghambat laju mereka. Setelah melalui perjuangan yang gigih,
kaum Muslim dapat memenangkan peperangan ini. Bala tentara sekutu kembali
dengan tangan hampa setelah dilanda angin topan yang memorak-porandakan perkemahan
mereka.
Pada abad pertengahan, konspirasi semacam ini
terjadi lagi, yaitu dengan terjadinya Perang Salib di Palestina. Perang ini
disebabkan oleh munculnya kekhawatiran umat Nasrani terhadap kelancaran ziarah
mereka ke Palestina yang ketika itu dikuasai Dinasti Saljuq. Paus Urbanus pada 26
November 1095 menyampaikan khotbah di Clermont, Perancis selatan yang isinya mendesak
umat Kristen Eropa agar b.ersatu menyerang Palestina untuk membebaskan
Yerusalem. Pada musim semi tahun 1097, berangkatlah sekitar 150.000 pasukan Kristen menuju Palestira.[5] Selanjutnya, terjadilah pertempuran yang
berkepanjangan ant ira keduanya. Inilah perang besar yang terjadi antara umat Islam can umat
Kristen dari seluruh daratan Eropa.
Memerhatikan
paparan di atas, tidak aneh bila sebagian umat Islam berpendapat bahwa setiap
saat konspirasi orang-orang kafir untuk menghancurkan Islam akan selalu
terjadi. Fakta sejarah memang menunjukkan peristiwa-peristiwa seperti yang
digambarkan. Namun, tampaknya perlu juga diperhatikan apakah teori ini memang
terjadi secara umum, atau disebabkan oleh adanya kasus-kasus tertentu. Penilaian demikian diperlukan, agar dalam
menganalisis, umat Islam tidak terjebak pada sikap permusuhan yang belum tentu
akan memberi manfaat. Lebih lanjut, introspeksi diri tampaknya juga diperlukan,
agar mereka tidak menganggap bahwa mereka itu memang selalu berada di pihak
yang benar.
Bila dilihat kembali kasus yang terjadi di
Afghanistan, tampaknya memang diperlukan analisis yang cermat tentang penyebab
dari munculnya ide untuk menyerang negara ini. Alasan yang dikemukakan untuk
melegitimasi penyerangan adalah karena Afghanistan dinilai melindungi teroris,
Usamah bin Laden, yang telah menyerang kepentingan Amerika di beberapa negara.
Kenyataan ini tentu diketahui bersama, walaupun masyarakat dunia juga
mengetahui bahwa aksi Usamah ini dipicu oleh sikap Amerika, yang menurut
pendapat berbagai 1 alangan menerapkan
standar ganda dalam menggariskan beber..pa isu politik dan sosial, seperti
demokrasi, hak asasi manusia, dan masalah lain. Banyak yang menilai ketika
Amerika mendesak pelaksanaan isu-isu tersebut di suatu negara, namun di negara
lain yang menjadi sekutunya, hal itu tidak diharuskan. Akibatnya, banyak
kebijakan negara adidaya dinilai merugikan suatu negara dan menguntungkan
negara lain. Inilah sebenarnya pokok masalah yang sering kali menyebabkan
beberapa pihak merasa kesal pada kebijakan-kebijakan yang dilakukan negara
tersebut.
Analisis di atas memang ada
benarnya. Namun, dalam menelusuri persoalan ini dengan lebih mendalam, tampak
bahwa yang dilakukan Amerika dan sekutunya itu lebih ditujukan kepada negara
yang dinilai memiliki potensi yang mengancam kepentingan mereka. Ini tentu
menjadi persoalan yang relatif, sebab ancaman atau bukan tentunya akan bergantung
pada sikap dan respons dari setiap pihak. Terhadap negara Islam yang tidak
dianggap sebagai ancaman, ternyata mereka tidak menerapkan sikap keras
tersebut. Dengan fakta ini, ada pula yang menilai bahwa apa yang terjadi di
Dunia Islam bukan merupakan konspirasi untuk menghancurkan umat Islam. Fakta
yang tidak dapat dibantah adalah bahwa saat ini terdapat puluhan negara Islam,
namun hanya beberapa saja yang dinilai membahayakan karena dipimpin oleh tokoh
yang memang bersikap militan. Negara-negara Islam lain yang dinilai tidak
beraliran keras tidak mengalami gangguan. Peristiwa-peristiwa penyerangan itu
merupakan kasus yang mengemuka karena dipicu oleh adanya kekhawatiran terhadap
potensi yang mengancam kepentingan mereka. Kendati demikian, umat Islam tentu
wajib pula mengingat negara adidaya dan sekutunya bahwa tindak kekerasan yang
mereka tunjukkan justeru akan semakin memicu munculnya perlawanan. Hal yang
sedemikian ini tentu tidak diinginkan.
Persoalan lain yang dinilai lebih urgen adalah akibat
dari reaksi yang mungkin timbul dari masalah konspirasi ini. Ketika isu ini
diembuskan, dan umat Islam memercayainya, maka dipastikan akan muncul sikap
antipati dan permusuhan terhadap pihak-pihak yang dinilai telah berkonspirasi.
Bila suasana demikian yang muncul ke permukaan, akibatnya akan timbul rasa
saling curiga di antara masyarakat dunia. Keadaan demikian tentu bukan
merupakan hal yang kondusif bagi setiap pihak. Pada saat semua negara sedang
giat mencanangkan pembangunan bagi rakyatnya, maka kerja sama antarnegara
sangat diperlukan. Kondisi seperti ini hanya tercipta dengan baik bila tumbuh
keinginan untuk saling menghargai dan memercayai pihak lain. Sebaliknya, bila
yang ada adalah perasaan saling curiga dan antipati, maka kerja sama yang
diinginkan akan sulit diwujudkan. Kerugian pada setiap pihak jelas tidak akan
terelakkan lagi. Suasana demikian tentu tidak diinginkan.
Islam adalah agama yang ditetapkan sebagai rahmatan lil’amin, yaitu yang dapat membcikan
kesejukan, ketenteraman, kesejahteraan, dan kedamaian bagi masyarakat dunia.
Hal ini mengisyaratkan bahwa mestinya para pemeluknya berupaya untuk
mewujudkan kondisi yang
kondusif bagi sesama. Untuk menuju keadaan demikian diperlukan kearifan dalam
segala hal, baik yang menyangkut kehidupan individu, sosial, hubungan dengan
masyarakat non-Muslim, dan sebagainya. Bila ini yang diagendakan, maka dapat
dipastikan umat Islam justeru akan berperan besar dalam menyelenggarakan
kehidupan yang baik bagi semuanya.
Paparan di atas bukan berarti
sebagai sikap lemah dari umat Islam. Sesuai dengan ajaran agama ini, kaum
Muslim dianjurkan untuk berbuat baik, bersikap adil, menghargai pihak lain,
kerja sama yang saling menguntungkan dengan siapa saja dalam kebaikan, dan
mewujudkan kehidupan yang tenang, sejahtera, dan penuh kedamaian. Namun, bila
muncul gangguan yang mengancam eksistensinya, mereka tidak dilarang untuk
membela diri dan bersiaga agar mereka tidak terprovokasi oleh
keinginan-keinginan buruk yang diembuskan pihak lain.
Kesimpulan dari paparan ini adalah bahwa umat Islam jangan mudah
terpancing isu-isu yang dapat mengakibatkan munculnya sikap yang dapat
merugikan. Konspirasi untuk menghancurkan Islam memang pernah ada dan akan
muncul pula di lain saat. Namun, hal ini hendaknya dikaji lebih dulu secara
saksama dan dengan kearifan yang dapat meredam emosi sesaat. Sebelum menentukan
sikap, mesti dipertimbangkan lebih dulu aspek positif dan negatifnya, sehingga
bukan kerugian dan penyesalan yang akan didapatkan dalam kehidupan antarbangsa.
[2] W. Montgomery Watt, Muhammad`s
Mecca : History in the Qur’an, (Edinburgh: Edinburgh University Press,
1988) h. 105
[3] Shafiyyur Rahman
al-Mubarakfuri, Sirah Nabawiyah, terjemah oleh Rahmat, (Jakarta:
Rabbani Press, 1998), h. 418
[4] Lihat Muhammad Husain Haekal, Sejarah
Hidup Muhammad, terjemah oleh Ali Audah, (Jakarta: Litera Antar Nusa, 1992), h. 342.
[5] Lihat Philip K. Hitti, History
of the Arabs, (London: The MacMillan Press Ltd, 1974), h. 636.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar